Sejarah Filsafat Cina
Sejarah Filsafat Cina
By: Ilham Muhammad Ibriza (1604026045)
Filsafat Cina bermula pada masa awal seribu tahun pertama sebelum masehi. Cina jauh telah beradab sebelum lahirnya orang-orang semacam Konfusius, Lao Tzu dan Mo Tzu, bahkan sebelum berdirinya sekolah filsafat Yin-Yang, pun juga sebelum datangnya Buddhisme. Berbeda dengan sejarah peradaban barat yang dimulai dari Yunani dengan misi demitologisasi, perang melawan mitos. Filsafat Cina bukan lagi melawan mitos, tapi way of life.
Cina pra filsafat adalah Cina kuno, sementara Cina pasca Lao Tzu dan Konfusius adalah Cina klasik. Sistematika filsafat Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme adalah pondasi bagi kemajuan peradaban Cina klasik. Darah falsafi tiga adi-filsafat itu pula yang dipompa dari jantung pemerintahan beberapa dinasi menuju sekujur negeri, bahkan ke mancanagari.
Sejarah filsafat Cina memang tak bisa dilepaskan dari imperium politik. Daratan Tiongkok menancapkan narasi agung tentang humaniora, lokalitas, moralitas, dan politik sebagai tugas dari filsafat. Maka tidak mengherankan jika filsafat Cina dianggap sebagai filsafat politik, dan bukan filsafat pengetahuan.
Gambaran historis singkat tentang Cina menyingkapkan karakter-karakter dasar yang bertahan dalam pemikiran Tiongkok. Barangkali ia paling penting memperlihatkan tujuan utama filasafat Tiongkok, yaitu transformasi diri yang bertujuan untuk mewujudkan kesempuraan potensial umat manusia. Para pemikir Tiongkok yakin bahwa melalui perwujudan potensinya, manusia dapat menemukan harmoni dan mencapai pemenuhan dengan relasinya, dengan sesama dan dengan alam.
Kesempuranaa manusia memilik aspek ganda dalam pemikiran Tiongkok. Pertama-tama ia melibatkan kesempurnaan batiniah yang tercermin dalam damai, kepuasan individu dan keharmonisan relasinya dengan sesamanya dan alam. Kedua, ia melibatkan tingkah laku lahiriah bermutu tinggi, yaitu kemampuan hidup baik ecara praktis dengan menghormati dan menghargai konteks sosial eksistensi biasa seseorang.
Baik Konfusianisme maupun Taoisme, yang kemudian memberi dasardan ilham bagi filsafat Neo-Konfusianisme, berbagai ideal kesempurnaan batiniah dan lahiriah. Lo Tzu mengatakan bahwa jika seorang tidak mengenal dan tidak hidup menurut hukum batiniah alam semesta yang disebutnya “normal”, ia akan terpuruk dalam malapetaka. Bagi Konfusius, tujuan paling mendasar adalah untuk mengolah kemanusian dan mengatur semua kegiatannya sejalan dengan kemanusiaan yang dikembangkannya.
Komentar
Posting Komentar